Hadits merupakan sumber hukum kedua dalam agama Islam setelah al-Qur’an. Mempelajari dan memahami hadits sangatlah penting bagi kita sebagai umat Islam. Karena dengan mempelajarinya kita akan mengetahui apa saja yang telah disabdakan oleh Nabi Muhammad s.a.w.
Sebelum kita mempelajari bentuk-bentuk hadis alangkah baiknya kita terlebih dahulu mengetahui pengertian hadis yang telah kami kupas dipostingan sebelumnya.
Bentuk-Bentuk Hadist
Adapun hadist memiliki beberapa bentuk sebagai berikut:
- Qauli (perkataan)
- Fi’il (perbuatan)
- Taqirir (ketetapan)
- Hammi (hammi)
- Ihwali (hal ihwal
Hadist Qauli
Hadsit qauli adalah segala bentuk perkataan atau ucapan yang disandarkan kepada Nabi s.a.w. maksudnya adalah hadist ini berupa perkataan Nabi s.a.w., yang berisi berbagai macan tuntutan, petunjuk syari’at, peristiwa atau kisah, baik berkaitan dengan akidah, syari’at maupun akhlaq.
Adapun diantara contoh hadist qauli ialah hadis yang berisi tentang kecaman Nabi s.a.w., kepada orang-orang yang mencoba memalsukan hadist-hadist yang berasal dari Nabi Muhammad s.a.w.,
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: مَنْ كَذَبَ عَلَيَّ مُتَعَمِّدًا فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ. {رواه مسلم}
Artinya: Dari Abu Hurairah r.a., Rasulullah s.a.w., besabdah “Barang siapa sengaja berdusta atas diriku, maka hendaklah ia bersiap-siap menempati tempat tinggalnya di neraka.”
Hadist Fi’li
Hadis fi’li ialah segala perbuatan yang disandarkan kepada Nabi s.a.w., dalam artian hadist ini berisi tentang perbuatan Nabi s.a.w., yang diikuti oleh para sahabat dan semua ummat Islam.
Adapun yang termasuk pada kategori ini diantaranya ialah hadis-hadist yang didalam terdapat lafadz-lafadz kana/yakunu (يَكُوْنُ/كَانَ) atau ra’aitu/ra’aina (رَأَيْنَا/رَأَيْتُ), seperti contoh hadis dibawah ini:
عَنْ عَائِشَةَ أَنَّ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم كَانَ يَقْسِمُ بَيْنَ نِسَائِهِ فَيَعْدِلُ وَيَقُوْلُ: أَللَّهُمَّ هَذِهِ قِسْمَتِيْ فِيْمَا أَمْلَكَ فَلاَ تُلْمِنِي فِيْمَا تَمْلِكُ وَلاَ أَمْلَكَ. {رواه أبو داود والترمزي والنساء وابن ماجه}
Artinya: Dari A’isyah, sesungguhnya Nabi Muhammad s.a.w., membagi (nafkah batin dan giliranya), diantara istri-istrinya dengan adil. Beliau bersabdah, “Ya Allah! Inilah pembagiankau pada apa yang aku miliki. Janganlah engkau mencelaku dalam perkara yang tidak aku miliki.” (H.R. Abu Daud, at-Tirmidzi, an-Nasa’i dan Ibnu Majah)
Hadist Taqriri
Hadis taqrir merupakan hadist yang berisi ketetapan Nabi s.a.w., terhadap perkara yang datang atau dilakukan oleh para sahabatnya. Nabi s.a.w., mendiamkan atau membiarkan suatu perbuatan yang dilakukan oleh para sahabatnya, tanpa memberikan penegasan, apakah beliau membenarkan atau mempemasalahkanya. Oleh karena itu sikap Nabi s.a.w., yang seperti ini oleh para sahabat dijadikan hujjah (dalil) atau memiliki kekuatan hukum untuk menetapkan suatu kepastian Syara’.
Contoh dari hadis taqriri ialah sikap Rasulullah s.a.w, yang membiarkan para sahabat dalam menafsirkan sabdahnya tentang salat pada suatu peperangan, yaitu:
لاَ يُصَلِّيْنَ أَحَدُ الْعَصْرَإِلاَّ فِي بَنِيْ قُرَيْضَةُ. {رواه البحاري}
Artinya: Janganlah sorang pun melakukan shalat Ashar, kecuali nanti di Bani quraidhoh. (H.R Al-Bukhori)
Para sahabat berbeda pendapat dalam memahami hadist ini, pertama sebagian sahabat memahami larangan itu berdasarkan hakikat perintah tersebut sehingga mereka terlambat dalam melaksanakan shalat ashar. Kedua, sahabat yang lain memahami perintah tersebut untuk segera menuju bani Quraidhah, serius dalam peperangan dan perjalananya sehingga dapat melaksanakan sholat tepat waktu. Perbedaan para sahabat ini dibiarkan oleh Nabi Muhammad s.a.w., tanpa ada yang diingkarinya atau disalahkan.
Hadist Hammi
Hadist hammi ialah hadist yang berupa keinginan atau hasrat Nabi Muhammad s.a.w., yang belum terealisasikan, seperti berpuasa pada tanggal 9 ‘Asyura. Seperti contoh:
عَنْ عَبْدِ اللهِ بِنْ عَبَّاسٍ يَقُوْلُ حِيْنَ صَامَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم يَوْمَ عَا شُوْرَاءَ وَأَمَرَنَا بِصِيَامِهِ قَالُوْ: يَا رَسُوْلَ اللهِ إِنَّهُ يَوْمَ تَعَظِّمُهُ الْيَهُوْدَ وَالنَّصَارَى. فَقَالَ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه وسلم: فَإِذَا كَانَ الْعَامَ الْمُقْبِلُ صُمْنَا يَوْمَ التَّاسِعِ. {رواه أبو داود}
Artinya: Dari Abdullah ibn Abbas. Ia berkata, “ketika Nabi Muhammad s.a.w., berpuasa pada hari ‘Asyura dan memerintahkan para sahabatnya untuk berpuasa, mereka berkata, “Ya Rasulallah hari ini merupakan hari yang diagungkan oleh orang Yahudi dan Nasrani”. Rasulullah kemudian bersabdah, “tahun yang akan datang insya Allah aku akan berpuasa pada hari yang kesembilan” (H.R Abu Dawud)
Dari hadis diatas bahwa Rasulullah ingin melaksanakan puasa pada tahun berikutnya, namun belum sempat merealisasikan hasrat ini dikarnakan beliau wafat sebelum datangnya bulan ‘Asyura tahun berikutnya. Adapun dalam menyikapi hadis ini menurut para ulama’ seperti imam Syafi’i dan para pengikutnya melaksanakan hadis hammi ini disunnahkan, sebagaimana melaksanakan sunnah-sunnah yang lainya.
Hadis Ahwali
Hadis ahwali ialah hadist yang berisi tentang hal ikhwal nabi s.a.w., maksudnya hadis ini tidak termasuk salah satu dari keempat hadist diatas. Adapun hadis-hadis yang bekaitan dengan hal ikhwal nabi ialah sifat-sifat dan kepribadian serta keadaan fisik Nabi s.a.w. seperti contoh dibawah ini:
Sifat-Sifat Nabi
كَانَ رَسُوْلَ اللهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلّمَ أَحْسَنَ النَّاسِ خُلُقًا. {متفق عليه}
Artinya: “Rasulullah s.a.w., merupakan orang yang paling mulia akhlaqnya. (Muttafaqun Alaih)
Fisik Nabi
كَانَ رَسُوْلَ اللهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَحْسَنَ النَّاسِ وَجْهًا وَأَحْسَنُهُ خَلْقًا لَيْسَ بِالطَّوِيْلِ الْبَائِنِ وَلاَ بِالْقَصِيْرِ. {متفق عليه}
Artinya: “Rasulullah s.a.w., merupakan manusia yang paling baik rupa dan tubuhnya. Dimana keadaan fisiknya tidak tinggi dan tidak pendek. (H.R Al-Bukhori)
Refrensi:
Kitab Mustholahal Hadist
Ulumul Hadis